Kedua istilah ini prinsipnya sama yaitu ilmu yang membicrakan tentang segala sesuatu dengan berkenaan dengan tirkah (harta peninggalan) orang-orang yang tenang. Istilah waris di dalam kelengkapan perumpamaan hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang sudah sebagai bahasa Indonesia, dengan pengertian bahwa di dalam patokan waris kebiasaan tidak semata-mata hanya hendak menguraikan akan halnya waris dalam hubungannya beserta ahli waris, tetapi bertambah luas dibanding itu. Menurut Wirjono ” pengertian warisan ialah, jika warisan itu adalah urusan apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban akan halnya kekayaan seorang pada ruang ia meninggal dunia hendak beralih terhadap orang beda yang tetap hidup.
Al- Qur‟an, hadis & ra’yu.
Dari segi titik berat hukum, dua-duanya sangat tidak sama dari segi pembuat pedoman dan modus operandi pengambilan hukum. Seperti dengan telah dijelaskan sebelumnya kalau hukum Islam dengan titik berat utama al-Qur‟an adalah berawal dari Allah swt. Nabi Muhammad saw dan selanjutnya ra’yu ataupun hasil fikrah manusia. Konsep Hukum: Hukum Islam dan Hukum Positif. Sumber pedoman adalah teritori dimana pedoman diambil / ditemukan. Sumber hukum pula dipahami sebagai rujukan / pegangan di menetapkan patokan dari uni masalah. Sumber hukum Islam antara beda: Al- Qur‟an, hadis serta ra’yu. Sedangkan sumber pedoman positif adalah: undang-undang, kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian internasional dan doktrin. Pembuat hukum dalam hukum Islam adalah Allah swt sementara dalam hukum positif ialah masyarakat. Hukum Islam bertujuan mengatur relasi manusia beserta Penciptanya yaitu Allah swt, dengan khalayak lainnya, beserta benda dan dengan dunia sekitar. Sementara hukum eksplisit hanya mengatur hubungan khalayak dengan khalayak lainnya dan manusia dan kebendaannya. Hukum Islam berlaku bagi mukallaf sama beserta hukum afirmatif berlaku untuk seseorang nun sudah dibebankan hukum baginya sesuai ketentuan umur dengan berlaku di undang-undang.
Imam Hasan Al – Bashri, Al-Laits Ibnu Sa’ad dan nun lainnya.
Sebagimana diungkapkan sama Abdullah Nashih Ulwan di kitab Tarbiyatul Aulad fi Al Islam, pendapat para fuqoha akan halnya hukum aqiqah terbagi menjadi tiga. Pertama adalah opini yang menyembulkan bahwa aqiqah itu sunnah yang merupakan pendapat daripada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Abu Tsaur. Kedua, pendapat nun menyatakan kalau aqiqah tersebut adalah Wajib. Imam Hasan Al – Bashri, Al-Laits Ibnu Sa’ad dan yang lainnya. Ketiga, pendapat dengan menolak disyariatkannya kambing aqiqah bandung murah, Ini adalah ide ahli fiqih Hanafiah. Mereka berdasarkan pada hadist Abu Rafi, Bahwa Rasulullah pernah berkata terhadap Fatimah, “Jangan engkau mengaqiqahinya tetapi cukurlah rambunya”. Namun, dari mayoritas pada fuqoha berpendapat bahwa konteks hadist tersebut justru menguatkan disunnahkan dan dianjurkannya aqiqah, benih Rasullulah otonom telah mengaqiqahi Hasan serta Husein. Dengan demikian bisa disimpulkan jika mengaqiqahi keturunan itu sunnah dan diajurkan.
Kedua, wasathiyat (harmonis), yakni hokum islam menempuh sendi tengah, urut-urutan yang sebanding dan tak berat sisi, tidak repot kekanan dengan mementingkan kebatinan dan bukan berat kekiri dengan mengutamakan perbedaan. Hukum islam tetap mnyelaraskan diantara kenyataan dan fakta beserta ideal dari cita-cita. Ketiga, Harakah (dinamis), yakni hokum islam menyimpan kemampuan berpikir dan berkembang, mempunyai kecakapan hidup dan dapat membangun diri pantas dengan perkembangan dan kesuksesan zaman. Hukum islam terpencar dari titik berat yang ukuran dan dalam, yang memeberikan kepada khalayak sejumlah patokan yang afirmatif dan dapat dipergunakan pada setiap lokasi dan waktu. 1. Hukum islam ini memudahkan dan menghilangkan kesulitan.
Sesuai beserta ketentuan syariat Islam, transaksi yang terjadi dalam bank syariah tentu akan tidak sama dengan yang terjadi pada bank konvensional pada umumnya. Secara luar biasa, beberapa transaksi ini sudah diatur berdasar pada fatwa MUI, antara beda akad al-Mudharabah (bagi hasil), al-Musyarakah (perkongsian), al-Musaqat (kerja sama tani), al-Ba’i (bagi hasil), al-Ijarah (sewa-menyewa), dan al-Wakalah (keagenan). Hal yang serupa tidak bakal ditemui pada bank konvensional. Sebab semua aturan serta kebijakan transaksi di bank ini sudah diatur serta dijalankan berdasar pada hukum nun berlaku pada Indonesia. Ada baiknya untuk lebih mengetahui dan mengerti lebih di mengenai bank konvensional dan bank syariah agar kian mudah buat memilih fasilitas yang paling tepat dan sesuai beserta kebutuhan. Baik bank syariah maupun bank konvensional pasti memiliki khasiat dan rendah masing-masing yang bisa jadi sebagai bakal pertimbangan.
Syarat-syarat orang dengan menerima keguanaan wakaf (al-mauquf alaih): Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini tersedia dua ulah, pertama tertentu (mu’ayyan) serta tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan unik ialah, jelas orang dengan menerima wakaf itu, apakah seorang, 2 orang / satu perundingan yang seluruhnya tertentu dan tidak larat dirubah. Sedangkan yang bukan tentu maksudnya tempat berwakaf itu bukan ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll.